Whatsapp

Ada yang ditanyakan?
Klik untuk chat dengan customer support kami

Ki Sukma
● online
Ki Sukma
● online
Halo, perkenalkan saya Ki Sukma
baru saja
Ada yang bisa saya bantu?
baru saja
Kontak Kami
Member Area
Rp
Keranjang Belanja

Oops, keranjang belanja Anda kosong!

Padepokan Inti Semesta Jasa Spiritual Terbaik & Terpercaya

Beranda » Blog » Antara Kartini dan Alquran

Antara Kartini dan Alquran

Diposting pada 4 February 2022 oleh Ki Sukma / Dilihat: 787 kali / Kategori:

Sebagai anak dari keluarga bangsawan Jawa yang  memeluk Islam, sudah menjadi kebiasaan untuk memanggil guru mengaji ke rumah. Tapi namanya  guru ‘ngaji’ kala itu ternyata hanya menghafal surat-surat Alquran dalam bahasa Arab dan tidak disertai dengan terjemahannya. Kartini tidak bisa menerima hal tersebut. Dia menanyakan dari ayat-ayat yang diajarkan. Bukan jawaban yang didapat, sang guru ngaji malah memarahinya. Pada waktu itu penjajah Belanda memang memperbolehkan orang mempelajari Alquran asal jangan diterjemahkan.

Kartini Sedih

kepada sahabatnya, Stella, Kartini menulis surat, 6 November 1899: “Mengenai agamaku Islam, Stella, aku harus menceritakan apa? Agama Islam melarang umatnya mendiskusikannya dengan umat agama lain. Lagipula sebenarnya agamaku karena nenek moyangku Islam. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku, kalau aku tidak mengerti, tidak boleh memahaminya? Alquran terlalu suci, tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apapun. Di sini tidak ada orang yang mengerti bahasa Arab. Di sini orang diajar membaca Alquran tetapi tidak mengerti apa yang dibacanya. Kupikir, pekerjaan orang gilakah, orang diajar membaca tetapi tidak diajar makna yang dibaca itu. Sama saja halnya seperti engkau mengajarkan aku buku bahasa Inggris, aku harus hafal kata demi kata, tetapi tidak satu patah kata pun yang kau jelaskan kepadaku apa artinya. Tidak jadi orang sholeh pun tidak apa-apa, asalkan jadi orang yang baik hati, bukankah begitu Stella?

Kepada sahabat lainnya, E.E Abendanon, Kartini menulis surat, 15 Agustus 1902: “Dan waktu itu aku tidak mau lagi melakukan hal-hal yang  tidak tahu apa perlunya dan apa manfaatnya. Aku tidak mau lagi membaca Alquran, belajar menghafal perumpamaan-perumpamaan dengan bahasa asing yang tidak aku mengerti artinya, dan jangan-jangan guru-guru ku pun tidak mengerti artinya. Katakanlah kepadaku apa artinya, nanti aku akan mempelajari apa saja. Aku berdosa, kitab yang mulia itu terlalu suci sehingga kami tidak boleh mengerti apa artinya.”

Dahaga Kartini mengenai Islam sedikit mulai terpuasi saat berkenalan dengan KH. Mohammad Sholeh Bin Umar yang sering disebut Kyai Sholeh Darat. Suatu hari ketika Kartini bertamu ke rumah pamannya, seorang bupati di Demak, Pangeran Ario Hadiningrat, waktu itu sedang berlangsung pengajian bulanan khusus untuk anggota keluarga. Kartini ikut mendengarkan pengajian tersebut bersama para Raden Ayu yang lain dari balik hijab. Saat itu Kiyai Sholeh Darat, ulama besar asal Semarang, tengah menguraikan tafsir Al-Fatihah. Kartini sangat tertarik pada materi tersebut. Usai pengajian, Kartini mendesak Pamannya agar mau menemaninya untuk menemui Kiai tersebut. Saat itu terjadi dialog antara Kartini dengan Kiai Sholeh Darat, seperti yang ditulis Ibu Fadhila Sholeh, cucu Kiai Sholeh Darat: “Kiai, perkenankanlah Saya menanyakan, bagaimana hukumnya apabila seorang yang berilmu, namun menyembunyikan ilmunya?”

Tertegun mendengar pertanyaan Kartini, Kiai balik bertanya, “Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?”. “Kiai, selama hidupku baru kali inilah aku sempat mengerti makna dan arti surat pertama (Al-Fatihah), dan  induk Al-quran yang isinya begitu indah menggetarkan sanubariku. Maka bukan buatan rasa syukur hati aku kepada Allah, namun Aku heran tak habis-habisnya, mengapa selama ini para ulama kita melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al-quran dalam bahasa Jawa. Bukankah Alquran itu justru kitab pimpinan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?”

Tergugah dengan kritik itu, Kiai Sholeh Darat kemudian menerjemahkan Al-quran dalam bahasa Jawa dan menuliskannya dalam sebuah buku berjudul Faidhir Rahman Fit Tafsiril Quran jilid pertama yang terdiri dari 13 juz, mulai dari surat Al-fatihah hingga surat Ibrahim. Buku itu dihadiahkan kepada Kartini saat beliau menikah dengan R. M Joyodiningrat, Bupati Rembang pada tanggal 12 November 1903.

Kiai Sholeh Darat keburu meninggal pada tanggal 18 Desember 1903 pada saat baru menerjemahkan satu jilid tersebut. Kartini merasa sangat kehilangan gurunya itu. namun dari informasi Ilahi yang tampaknya terbatas itupun sudah cukup membuka pikiran Kartini mengenai Islam dan ajaran-ajarannya. Salah satu hal yang memberikan kesan mendalam pada beliau adalah ketika membaca tafsir Surat Al-Baqarah. Dari situlah tercetus kata-kata beliau dalam bahasa Belanda, Door Duisternis Tot Licht. Ungkapan itu sebenarnya terjemahan  bahasa Belanda dari petikan firman Allah Subhanahu Wata’ala yaitu Minadz Dzulumaati Ilan Nuur yang terdapat dalam Surat Al-Baqarah ayat 257 tersebut sebenarnya untuk menggambarkan kondisi kejiwaan seseorang yang mendapat hidayah Iman dan Islam, dimana dia mendapatkan informasi yang sangat terang dan masuk dalam kalbunya mengenai kebenaran yang hakiki dari Tuhannya. Kondisi seperti itulah yang dialami oleh Kartini menjelang akhir hidupnya.

Dalam fase pertama, yaitu fase prahidayah, Kartini mendapat pencerahan tentang perlunya mendobrak adat-adat lokal, baik perilaku yang mengistimewakan keturuan ningrat daripada keturunan  rakyat biasa maupun yang mengekang hak-hak wanita pada umumnya. Menurutnya, setiap manusia adalah sederajat dan mereka berhak mendapat perlakuan yang  sama. Sedangkan khusus untuk wanita, mereka memiliki hak misalnya untuk memperoleh pendidikan sekolah, hak untuk melakukan aktivitas keluar rumah, hak untuk memilih calon suami.

Namun, di lain pihak Kartini juga berusaha untuk menghindar dari pengaruh budaya Barat walaupun juga mengakui bahwa perlu belajar  dari Barat karena lebih maju dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan. Dalam fase ini Kartini juga mengajukan kritik dan saran kepada Pemerintahan Hindia Belanda. Dalam fase kedua, yaitu selama dan pasca mendapatkan hidayah, ia mendapat pencerahan tentang agama yang dianutnya, yaitu Islam. bahwa Islam, jika ajaran-ajarannya diikuti dengan benar sesuai dengan Al-quran, ternyata membawa kehidupan yang lebih baik dan memiliki citra baik dimata umat agama lain. Kartini menulis dalam surat-suratnya, bahwa ia mengajak segenap perempuan bumiputra untuk kembali ke jalan Islam. Tidak hanya itu, Kartini bertekad berjuang untuk mendapatkan rahmat Allah, agar mampu meyakinkan umat lain memandang agama Islam sebagai agama yang patut dihormati.

“Moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat umat agama lain memandang agama Islam patut disukai” (Surat Kartini kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902). Klimaksnya, Nur Hidayah itu membuatnya bisa merumuskan arti pentingnya pendidikan untuk wanita, bukan untuk menyaingi kaum laki-laki seperti yang diyakini oleh kebanyakan pejuang feminisme dan emansipasi, namun untuk lebih cakap menjalankan kewajibannya sebagai ibu. Kartini menulis: “Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri  ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama. “(Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902).

Pikiran Kartini ini mengalami perubahan bila dibandingkan dengan pada waktu fase sebelum hidayah, yang lebih mengedepankan keinginan akan bebas, merdeka, dan berdiri sendiri. Kartini menulis: “Jika saja masih anak-anak ketika kata-kata “Emansipasi” belum ada bunyinya, belum berarti lagi bagi pendengaran Saya, karangan dan kitab-kitab tentang kebangunan kaum putri masih jauh dari angan-angan saja, tetapi di kala itu telah hidup di dalam hati sanubari saya satu keinginan yang kian lama kian kuat, ialah keinginan akan bebas, merdeka, berdiri sendiri. “(Surat Kartini kepada Nona Zeehandelaar, 25 Mei 1899).

Tidak hanya itu, nur hidayah itu juga bisa menyebabkan perubahan sikap beliau terhadap Barat yang tadinya dianggap sebagai masyarakat yang paling baik dan dapat dijadikan contoh. Kartini menulis, “Sudah lewat masanya, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan Kami, tetapi apakah Ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah Ibu menyangkal bahwa dibalik hal yang indah dalam masyarakat ibu terdapat hal-hal yang sama sekali tidak patut disebut sebagai peradaban? (Surat Kartini kepada Ny. Abendanon, 27 Oktober 1902). Dan, yang lebih penting lagi, Kartini menjadi sadar terhadap upaya kristenisasi secara terselubung yang dilakukan oleh teman-temannya. Kartini menulis, “Bagaimana pendapatmu tentang Zending, jika bermaksud berbuat baik kepada rakyat Jawa semata-mata atas dasar cinta kasih, bukan dalam rangka kristenisasi?… Bagi orang Islam, melepaskan keyakinan sendiri untuk memeluk agama lain, merupakan dosa yang sebesar-besarnya. Pendek kata, boleh melakukan Zending, tetapi jangan mengkristenkan orang. Mungkinkah itu dilakukan? (Surat Kartini kepada E.E. Abendanon, 31 Januari 1903).

Hindia Belanda dan Yahudi diam-diam, Hindia Belanda mengirim orang-orang Yahudi dan Nasrani kepada Kartini agar mampu mengarahkannya agar tidak menjadi kritis, apalagi tumbuh menjadi pemimpin umat. Ini yang tidak diinginkan Belanda. Orang-orang ini adalah:

1. J.H Abendanon dan E.E Abendanon. Dia tiba di Hindia Belanda pada 1900 dengan tugas melaksanakan politik etis. Direktur departemen Pendidikan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda  ini sahabat dekat  Snouck Hurgonje, bersama Snouck Hurgonje, Abendanon melancarkan Politik Asosiasi, agar generasi muda Islam mengidentifikasikan dirinya dengan Barat. Menurut mereka, Umat Islamlah yang paling keras permusuhannya terhadap penjajahan. Sebab itu, generasi muda pribumi harus di Baratkan, yang harus dimulai dari kalangan ningrat. Hurgonje menyarankan Abendanon untuk mendekati Kartini. Dengan misi itulah Abendanon membina hubungan baik dengan Kartini.

2. Dr. Adriani, seorang pendeta sahabat Abendanon yang diperkenalkan kepada Kartini sewaktu Kartini diundang di Batavia.

3. Annie Glasser, seorang tangan kanan Abendanon yang disusupkan ke Jepara sebagai guru Bahasa Prancis Kartini. Dia tidak dibayar asalkan bisa berhubungan dekat dengan Kartini.

4. Stella (Estelle Zeehandelaar), seorang perempuan Yahudi Belanda yang  berhaluan feminis militan. Dia bersahabat dengan tokoh sosialis, Ir. Van kol, wakil ketua SDAQ (Partai Sosialis Belanda) di Tweede Kamer (Parlemen).

5. Nellie Van Kol, seorang penulis humanisme progresif yang paling berperan dalam mendangkalkan aqidah Kartini. Awalnya dia ingin mengkristenkan Kartini, namun gagal secara formal. Walau demikian banyak pemikiran Kristen yang sedikit banyak mempengaruhi Kartini, seperti suratnya tertanggal 12 Juli 1902 kepada Ny. Ovink Soer: “Malaikat yang baik berterbangan di sekeliling Saya dan bapak yang ada di langit membantu Saya dalam perjuangan Saya dengan Bapakku yang ada di dunia ini.” Atau, “Nyonya Van Kol banyak menceritakan kepada kami tentang Yesus yang tuan muliakan itu, tentang rasul-rasul Petrus dan Paulus, dan Kami senang mendengar semua itu.” (Surat kepada Dr. Adriani, 5 juli 1902)

Posmo

Punya masalah hidup yang tak kunjung selesai? Temukan solusinya bersama Spiritualis Kondang Pangeran Sukma Jati (Ki Sukma – Sobat Mistis Trans 7)

PRAKTEK DI 3 KOTA

Jakarta

Jl. Mampang Prapatan Raya, Jakarta Selatan
Gedung Graha Krama Yudha
Untuk pendaftaran silahkan buat appointment (janji) via nomor Hp di bawah ini.
Jam praktek: Pk. 09.00 s.d 17.00 WIB

Bandung (Pusat)

Perumahan Maharani Village Blok D.10 Jl. Cigugur Girang Kp. Sukamaju Rt/Rw 05/05 Desa Cigugur Girang Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat. Jam praktek: Pk. 09.00 s.d 17.00 WIB

Untuk pendaftaran silahkan buat appointment (janji) via nomor Hp di bawah ini.

Banten

Jl. Ki Mudakkir, Link. Cigading, Cilegon – Banten.

Untuk pendaftaran silahkan buat appointment (janji) via nomor Hp di bawah ini.

Tlp/ Hp. 081296609372 (WhatssApp dan Telegram) dan 081910095431 (WhatsApp)

Tags: , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Bagikan ke

Diposting oleh

Pangeran Sukma Jati Azmatkhan atau yang biasa dipanggil Ki Sukma adalah Pendiri sekaligus Guru Besar Padepokan Inti Semesta yang berlokasi di Bandung. Padepokan tersebut mengajarkan Ilmu Hikmah Spiritual dan Pencak Silat & Debus aliran Banten.

Antara Kartini dan Alquran

Saat ini belum tersedia komentar.

Silahkan tulis komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan kami publikasikan. Kolom bertanda bintang (*) wajib diisi.

*

*

Antara Kartini dan Alquran

Produk yang sangat tepat, pilihan bagus..!

Berhasil ditambahkan ke keranjang belanja
Lanjut Belanja
Checkout
Produk Quick Order

Pemesanan dapat langsung menghubungi kontak dibawah: