Whatsapp

Ada yang ditanyakan?
Klik untuk chat dengan customer support kami

Ki Sukma
● online
Ki Sukma
● online
Halo, perkenalkan saya Ki Sukma
baru saja
Ada yang bisa saya bantu?
baru saja
Kontak Kami
Member Area
Rp
Keranjang Belanja

Oops, keranjang belanja Anda kosong!

Padepokan Inti Semesta Jasa Spiritual Terbaik & Terpercaya

Beranda » Blog » Menengok Suku Mentawai di Sumatera Utara

Menengok Suku Mentawai di Sumatera Utara

Diposting pada 5 January 2022 oleh Ki Sukma / Dilihat: 241 kali / Kategori:

Indonesia memiliki suku terbanyak di dunia. Tercatat ada 1340 suku yang tersebar di Negara kepulauan ini. Mereka mendiami pulau-pulau besar maupun kecil yang membentang dari sudut aceh hingga sudut Papua.

Dari jumlah tersebut, suku-suku itu memiliki budaya dan tradisi yang beragam. Berbicara tentang keberagaman suku, di Sumatera Barat ada sebuah suku kuno yang menempati kepulauan mentawai yang dikenal dengan Suku Mentawai.

Suku Menawati merupakan suku pedalaman yang menghuni pulau-pulau di Mentawai. Hingga saat ini, suku Mentawai banyak dijadikan sebagai bahan penelitian oleh para peneliti, yang bertujuan untuk memahami bagaimana pola hidup dan pola interaksi dari suku di bagian barat Indonesia ini. Kehidupan suku Mentawai agaknya sudah kerap ditayangkan di Televisi.

Asal-usul

Asal-usul suku mentawai belum diketahui secara pasti. Sejarah awal lahirnya suku Mentawai masih sangat misterius dan menjadi bahan perdebatan di kalangan peneliti hingga saat ini. Beberapa peneliti berpendapat bahwa Suku Mentawai berasal dari ras Polinesia, namun ada juga yang meyakini bahwa suku ini berasal dari ras Proto Malaya alias suku Melayu Tua.

Suku Mentawai adalah suku yang unik. Setelah diteliti, ternyata suku Mentawai adalah suku tertua di Indonesia. Dimana para peneliti meyakini bahwa nenek moyang dari suku Mentawai sudah mendiami lokasi Kepulauan Mentawai di Barat Sumatera ini sejak tahun 500 SM.

Karena umurnya yang sudah tua, maka tentu saja adat istiadat di suku ini sangatlah kuat. Hal ini terbukti dengan tetap berpegang teguh pada tradisi dan tidak terpengaruh oleh arus modernisasi serta globalisasi yang sangat gencar terjadi di Indonesia saat ini. Mengapa demikian? Modernisasi belum merambah ke pedalaman ini. Bila berkunjung ke pulau ini, maka kesan yang didapat adalah penduduknya yang tradisional (primitive-red) dalam hal berpakaian. Baik wanita maupun kaum pria nya, pakaiannya masih seadanya. Bertelanjang dada, dan pakaian bagian bawah masih minim. Hampir di sekujur tubuhnya dilukis dengan tato.

Suku Mentawai dan Suku Dayak yang ada di pedalam pulau Kalimantan hampir mempunyai kesamaan mengenai budaya tato. Sekujur tubuh mereka dihiasi dengan tato yang disesuaikan dengan status sosial atau profesi orang tersebut. Seperti tato kepala suku, berbeda dengan tato penjaga hutan, tato pemburu dan lain-lain.

Tato bagi masyarakat Suku Mentawai memiliki makna yakni keseimbangan. Oleh karenanya, objek seperti batu, hewan dan tumbuhan harus diabadikan di tubuh mereka. Tidak seperti pada umumnya dimana pelukisan tato dapat selesai dalam waktu singkat, tato di suku Mentawai memiliki 3 tahap. Tahap pertama akan dilakukan di usia 11 – 12 tahun pada bagian pangkal lengan. Kemudian dilanjutkan dengan tahap kedua di usia 18 – 19 Tahun pada bagian paha dan yang terakhir ketika seseorang telah dianggap dewasa.

Proses pentatoan dilakukan oleh sipatiti atau seniman tato di Suku Mentawai. Sipatiti akan menggambar sketsa tato dengan lidi kemudian sketsa tersebut akan diberi warna. Seperti layaknya tato biasa , tinta akan dimasukkan di dalam kulit. Ini yang berbeda, pemasukan tinta dalam kulit di suku ini menggunakan jarum kecil yang dipasang di kayu kecil.

Jarum kecil yang sudah diberi pewarna dari campuran daun pisang dan arang tempurung kelapa lantas dipukul-pukul kecil melalui alat kayu sehingga jarum dapat masuk ke dalam kulit  namun tidak menembus daging. Tradisi ini memang menyakitkan dan tak jarang menyebabkan efek demam untuk mereka yang ditato. Bagi masyarakat Mentawai, tato melambangkan roh kehidupan, untuk itu tato untuk pemburu berbeda dengan yang lainnya. tato pemburu akan dikenal dengan gambar binatang tangkapannya seperti rusa, monyet, burung atau babi. Sedangkan tato untuk Sikerei (dukun mentawai) akan bergambar bintang “Sibalu-balu” di tubuh mereka.

Kepercayaan

Seperti suku-suku penghuni pedalaman pulau-pulau nusantara ini. Suku Mentawai juga punya kepercayaan yang dianut. Kepercayaan yang dianut oleh suku ini dikenal dengan nama Sabulungan. Yaitu suatu kepercayaan terhadap seluruh benda yang memiliki roh dan jiwa. Ketika roh tidak dapat dirawat dengan baik, maka roh ini akan bergentayangan dan menyebabkan kesialan serta juga menyebabkan munculnya wabah penyakit.

Berkaitan dengan penyakit, maka menjadi tugas Sikerei. Sikerei adalah dukun di suku Mentawai. Ia orang yang dipercayai memiliki kekuatan supranatural dan kedekatan dengan roh leluhur untuk menyembuhkan penyakit. Dalam menyembuhkan orang sakit, Sikerei akan memberikan ramuan obat dan dilanjutkan dengan tarian mistis atau disebut dengan Turuk.

Suku Mentawai percaya ketika ada seseorang yang sakit, jiwa dari dirinya sedang meninggalkan tubuhnya sehingga Sikerei akan bertugas dengan memanggil kembali jiwa tersebut. Untuk menjadi Sikerei tidaklah mudah. Seorang Sikerei harus melewati tahapan dalam hitungan tahun, diuji secara mental maupun fisik mulai dari kemampuan meramu obat-obatan hingga meditasi untuk menemui roh leluhur para sikerei atau dalam bahasa lokal disebut dengan Pagetasabbau. Tidak semua orang mampu  dan mau menjadi sikerei. Oleh karena itu, biasanya sikerei ditunjuk berdasarkan keturunan. Sebagai syarat pengangkatan sikerei, mereka yang ditunjuk haruslah memotong Babi dan Ayam.

Meskipun dalam strata sosial Sikerei memiliki strata paling atas, namun sikerei bukan serta-merta bebas melakukan apa yang ingin dia lakukan. Beberapa pantangan harus dipatuhi seperti larangan untuk makan pakis, babi, bilou (sejenis monyet khas mentawai), belut, tupai dan kura-kura. Mereka juga dilarang untuk menggoda isteri orang lain dan harus mendahulukan kepentingan kaum di atas dirinya sehingga jika ada panggilan untuk menyembuhkan orang sakit mereka harus meninggalkan kegiatan di Uma (Rumah Adat) maupun di ladang.

Kerik Gigi

Ada hal yang berbeda yang dilakukan oleh wanita suku Mentawai yang ingin tampil cantik, yaitu kerik gigi. Tradisi kerik gigi merupakan cara wanita Mentawai untuk tampil cantik dan juga sebagai penanda kedewasaan wanita.

Untuk melakukan tradisi ini, wanita suku Mentawai harus bisa menahan sakit yang tidak sebentar ketika gigi mereka dikerik atau diruncingkan. Waktu mengeriknya sendiri relatif cukup lama karena bukan cuma satu gigi yang dikerik, melainkan ke 23 gigi wanita yang harus dikerik. Bisa dibayangkan bagaimana sakitnya.

Dalam prosesnya, wanita-wanita suku Mentawai tidak diberikan bius seperti yang biasa dilakukan oleh dokter gigi sewaktu akan melakukan pencabutan gigi. Sedangkan alat yang digunakan untuk membuat gigi menjadi runcing ini terbuat dari besi atau kayu yang sudah diasah hingga tajam.

Adapun makna tradisi ini  adalah untuk mengendalikan diri dari 6 sifat buruk manusia yang sudah tertanam sejak dulu atau lebih dikenal dengan Sad Ripu yakni hawa nafsu (Kama), tamak (Lobha), marah (Krodha), mabuk (Mada), iri hati (Matsarya) dan Bingung (Moha). Penduduk suku Mentawai percaya bahwa wanita bergigi runcing seperti hiu memiliki nilai yang lebih daripada yang tidak. Hal ini yang mendasari keinginan wanita suku Mentawai untuk melakukan tradisi ini meski harus menahan sakit dan ngilu yang luar biasa ketika proses peruncingan gigi.

Berburu

Selain sagu, ubi-ubian, makanan pokok suku ini adalah daging. Karenanya, berburu hewan merupakan mata pencaharian mereka. Berburu adalah tugas para pria Mentawai. Selain berburu, tugas para pria adalah memimpin upacara adat. Mereka juga yang bertugas memotong hewan buruan, memotongnya dan membaca “ramalan” dari usus babi hutan yang mereka potong.

Sementara perempuan Mentawai tugasnya membantu membesarkan anak, memasak dan sesekali mencari ikan di sungai. Yang menarik lagi, dalam keseharian di tangan mereka tidak pernah lepas dari rokok. Baik para pria maupun wanita, selalu menghisap rokok.

Punya masalah hidup yang tak kunjung selesai ?

Temukan solusinya bersama Spiritualis Kondang Pangeran Sukma Jati (Ki Sukma – Sobat Mistis Trans 7)

PRAKTEK DI 3 KOTA

Jakarta

Jl. Mampang Prapatan Raya, Jakarta Selatan
Gedung Graha Krama Yudha
Untuk pendaftaran silahkan buat appointment (janji) via nomor Hp di bawah ini.
Jam praktek: Pk. 09.00 s.d 17.00 WIB

Bandung (Pusat)

Perumahan Maharani Village Blok D.10 Jl. Cigugur Girang Kp. Sukamaju Rt/Rw 05/05 Desa Cigugur Girang Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat. Jam praktek: Pk. 09.00 s.d 17.00 WIB

Untuk pendaftaran silahkan buat appointment (janji) via nomor Hp di bawah ini.

Banten

Jl. Ki Mudakkir, Link. Cigading, Cilegon – Banten.

Untuk pendaftaran silahkan buat appointment (janji) via nomor Hp di bawah ini.

Tlp/ Hp. 081296609372 (WhatssApp dan Telegram) dan 081910095431 (WhatsApp)

Tags: , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Bagikan ke

Diposting oleh

Pangeran Sukma Jati Azmatkhan atau yang biasa dipanggil Ki Sukma adalah Pendiri sekaligus Guru Besar Padepokan Inti Semesta yang berlokasi di Bandung. Padepokan tersebut mengajarkan Ilmu Hikmah Spiritual dan Pencak Silat & Debus aliran Banten.

Menengok Suku Mentawai di Sumatera Utara

Saat ini belum tersedia komentar.

Silahkan tulis komentar Anda

Alamat email Anda tidak akan kami publikasikan. Kolom bertanda bintang (*) wajib diisi.

*

*

Menengok Suku Mentawai di Sumatera Utara

Produk yang sangat tepat, pilihan bagus..!

Berhasil ditambahkan ke keranjang belanja
Lanjut Belanja
Checkout
Produk Quick Order

Pemesanan dapat langsung menghubungi kontak dibawah: